Multisentrisme humaniora digital layak diberi perhatian dalam pengembanan filsafat hukum di era depan dan menjadi kala depan filsafat aturan
Jakarta, 26 Oktober 2022 – “Humaniora digital harus memanusiawikan manusia dan tidak berpretensi untuk melakukan dehumanisasi. Atas dasar itu, saya cenderung beropini bahwa keputusan akhir dalam solusi problematika kemanusiaan atas suatu kasus hukum, dihentikan diserahkan di tangan “bukan-manusia“.
Hal tersebut menjadi salah satu yang ditekankan oleh Prof. Dr. Shidarta, S.H., M.Hum. dalam orasi ilmiah berjudul “Multisentrisme Humaniora Digital: Filsafat Hukum Masa Depan dan Masa Depan Filsafat Hukum,” pada Rabu, 26 Oktober 2022 bertempat di Auditorium BINUS UNIVERSITY Kampus Anggrek dalam program Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Filsafat Hukum atas dirinya.
Prof. Sidharta memaparkan orasi ilmiah nya berdasarkan lima hal. Pertama, mencermati diskursus hukum yang ketika ini semakin tergerus, baik di ranah pendidikan maupun penerapan aturan di Indonesia.
Kedua, ada tantangan besar yang diakibatkan kemerosotan wibawa hukum.
Ketiga, digitalisasi yang terus mengubah taktik insan dalam aneka macam ranah kehidupan yang serba-digital berbuah pada penyimpangan-penyimpangan normatif yang juga bertemadigital.
Keempat, kehidupan yang kian serba-digital akan mengganti gejala hukum, baik berupa ikon, simbol, dan indeks hukum, menjadi kian bervariasi.
Terakhir, humaniora digital tidak cuma menggugat pendidikan tinggi aturan, terutama filsafat hukum. Ia ikut menggugat misi pendidikan tinggi secara keseluruhan.
Beliau lalu memaparkan orasinya melalui sistematika klarifikasi apa itu Multisentrisme, kemudian bagaimana Humaniora Digital sebagai salah satu informasi besar dalam periode kekinian dalam perjalanan filsafat, serta bagaimana kaitannya dengan filsafat hukum kurun depan dan abad depan filsafat hukum.
Perjalanan filsafat aturan tidak dapat dilepaskan dari perjalanan filsafat. Dan, sejak kala kelahiran filsafat selalu ada perubahan fokus ihwal (sentrisme) filsafat itu, yang pada era kontemporer ini makin cenderung ke arah multisentris.
Humaniora digital dalam kaca mata disiplin hukum, yakni otomasi kegiatan intersubjektif insan dalam mengkaji teks-teks aturan untuk memungkinkan inovasi terus-menerus makna normatif yang lebih memanusiawikan insan.
Di penghujung orasinya, Prof. Shidarta memperlihatkan materi pendapatbagi perguruan tinggi tinggi untuk dapat menyesuaikan diri terhadap fenomena humaniora digital di masa depan.
Pertama, alasannya adalah kajian humaniora digital meniscayakan ekosistem akademik yang baik, maka perlu ada gerakan terprogram dan konsisten untuk membangun ekosistem ini, seperti obrolan-obrolan inklusif di level monodisipliner sebelum beralih secepatnya ke level multidisipliner, lalu meningkat lagi ke interdisipliner, dan terus membuka kesempatan ke transdisipliner.
Kedua, dalam konteks belajar mengajar di perguruan tinggi tinggi, hasil dari obrolan-dialog itu wajib ditransformasikan ke dalam berbagai sumber (resources) mencar ilmu dan didistribusikan secar luas supaya terbuka untuk diakses siapa pun.
Ketiga, dalam rangka mendekatkan perguruan tinggi ke penduduk , perlu didorong munculnya acara-acara yang lebih strategis berkenaan dengan humaniora digital untuk keperluan komunitas pengemban aturan praktis dan masyarakat luas yang dibungkus dengan pendekatan yang lebih mudah-pragmatis.
Menjadi Guru Besar Untuk Kontribusi Yang Lebih Besar Bagi Masyarakat
Prof. Sidharta merupakan Guru Besar Tetap yang ke enam belas yang dikukuhkan BINUS UNIVERSITY. Upacara Pengukuhan dijalankan pada Sidang Terbuka yang dipimpin oleh Ketua Senat dan Rektor BINUS UNIVERSITY, Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, M.M. serta dihadiri Dewan Guru Besar dan Guru Besar Tamu, Pimpinan BINA NUSANTARA, keluarga, dan tamu seruan.
Dua puluh delapan tahun yakni perjalanan karir akademis yang ia lalui untuk menjadi Guru Besar. Beliau memiliki latar belakang dan ahli dalam bidang Legal Philosophy, Legal Theory, Legal Reasoning, Philosophy of Science, Legal Research Method, Business Competition Law, dan Consumer Protection Law.
“Saya ingin mendedikasikan pencapaian ini untuk forum, adalah BINUS UNIVERSITY. Apa yang aku capai tidak berhenti sampai di sini, alasannya adalah aku ingin sekali mengembangkan filsafat aturan sebagai area kajian yang mampu membantu banyak pihak dalam penegakan aturan di”, tutur Prof. Shidarta atas prospeknya.